LAMAN

Senin, 29 Desember 2014

Dampak Penurunan Permukaan Tanah di Daerah Pesisir Jakarta



Nama      : Refan noegraha
NPM        : 17313354
Kelas      : SMTS07B
      
Pendahuluan
Kota Jakarta merupakan kota yang terletak di dataran rendah dan sebagian besar wilayahnya berada di bawah permukaan air laut, sehingga sangat rentan sekali terjadi banjir. Kawasan pesisir Kota Jakarta sering mengalami banjir setiap tahunnya. Banjir yang melanda wilayah pesisir disebabkan oleh berbagai faktor yaitu adanya kenaikan permukaan air laut, penurunan muka tanah (land subsidence), pendangkalan sungai dan tersumbatnya saluran drainase akibat sampah, serta adanya hujan kiriman dari daerah Bogor.
Permasalahan yang sering terjadi di wilayah pesisir salah satunya yaitu banjir (banjir rob) yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut. Banjir pasang laut terjadi ketika air laut pasang yang masuk ke daratan, sehingga menggenangi wilayah yang berada lebih rendah. Setelah diteliti ternyata permukaan tanah di jakarta setiap tahun mengalami penurunan yang sangat signifikan. Menurut laporan wahana lingkungan hidup indonesia ( WALHI) berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh institut teknik bandung Penurunan tanah di Jakarta sangat drastis. Data di kurun waktu 1982-1992 menyebutkan penurunan tanah adalah 0,8 cm per tahun. Sementara data pada tahun 2008, laju penurunan lapisan tanah sangat drastis, yakni antara 18 sampai 26 cm per tahun. 
    II.         
Pembahasan
Definisi penurunan tanah adalah salah satu fenomena deformasi permukaan bumi secara vertikal di samping terjadi fenomena uplift.  Salah satu penyebab turunnya tanah di Jakarta adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan.


Sejak awal abad ke-20, penduduk Jakarta memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan mereka, kebutuhan air minum, maupun kebutuhan industri pabrik. Namun seiring waktu, kebutuhan air meningkat, sehingga pemanfaatan air tanah pun juga meningkat. Peningkatan pemanfaatan air tanah menyebabkan turunnya tanah di Jakarta. Peningkatan pemanfaatan air tanah di Jakarta terjadi karena beberapa faktor, yaitu urbanisasi dan padatnya penduduk Jakarta, serta aktivitas industri.
Penurunan permukaan tanah (subsidence) akibat ekploitasi air tanah Jakarta yang berlebihan, menyebabkan posisi Jakarta terhadap laut makin rendah. Kondisi ini diperburuk dengan kecenderungan meningkatnya muka air laut sampai hampir di sebagian besar kota-kota dunia akibat pemanasan global (global warming). Penurunan daratan di Ancol dan meningkatnya risiko terjadinya banjir dan genangan ini dapat dijadikan salah satu indikator tentang Jakarta sedang menuju tenggelam.
Penurunan permukaan tanah memberikan dampak negatif secara langsung di sekitar wilayah terdampak, seperti menyebabkan banjir dan rob (tidal flooding) di daerah pantai (coastal zone), kerusakan pada gedung-gedung dan rumah-rumah, serta infrastruktur seperti jembatan dan jalan, bahkan dapat menyebabkan meledaknya pipa gas. Penurunan muka tanah juga mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial seperti berkurangnya kualitas hidup dan lingkungan (kondisi sanitasi dan kesehatan) di wilayah terdampak. Penurunan permukaan tanah merupakan salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.. Pengambilan air bawah tanah menjadi penyebab utama penurunan permukaan tanah di jakarta. berdasarkan data departemen energi dan sumber daya mineral tahun 2007, jumlah air tanah terekstraksi mencapai titik tertinggi pada tahun 1995. dari 3000-3500 pompa terpasang, terekstraksi 30-35 juta meter kubik air. tahun berikutnya jumlah sumur pompa terus meningkat tapi jumlah air terekstraksi semakin menurun. tahun 2007 jumlah pompa yang terpasang 3700 sedangkan jumlah air yang terekstraksi sebesar 20 juta meter kubik.


Pemerintah DKI berupaya untuk meninggikan area yang mengalami penurunan permukaan tanah dengan cara menguruknya. Selain itu dilakukan juga dengan cara meninggikan penghalang atau jeti agar air laut yang meluap ketika pasang tinggi yang masuk ke wilayah permukaan tidak meluas genangannya dan tidak mengganggu aktivitas warga yang tinggal di pesisir utara Jakarta.
Banjir pasang laut yang melanda kawasan Tanjungpriok merupakan suatu fenomena alam yang sering terjadi ketika air laut pasang. Wilayah yang sering mengalami genangan banjir pasang laut berada di Kelurahan Tanjungpriok dan Kelurahan Papanggo. Kedua kelurahan tersebut berada di bawah rata-rata muka air laut, sehingga ketika air laut pasang sangat potensi sekali terjadi banjir pasang laut. Dampak yang terjadi akibat genangan banjir di Kelurahan Tanjungpriok sangat mengganggu aktivitas warga yang bekerja dan bermukim di kelurahan tersebut. Dampak genangan banjir pasang laut di wilayah Jakarta Utara sering dirasakan oleh warga Kecamatan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Genangan banjir terjadi ketika laut sedang pasang tinggi, sehingga dapat melewati tanggul yang ada. Seperti halnya banjir yang menggenangi Jl. R.E. Martadinata dan Jl. Selur, Sunteragung, Tanjungpriok dengan ketinggian genangan kurang lebih sekitar 20 cm atau sebetis orang dewasa. Kondisi tersebut meresahkan warga terutama pengendara sepeda motor yang harus berputar arah untuk mengindari genangan banjir pasang laut.
A.   Metode Pengukuran
Alat – alat yang digunakan dalam pengukuran untuk menhitung penurunan muka tanah dan dampak banjir yang terjdi di pantai utara jakarta ini meliputi perangkat lunak (software) Arc-Gis 9.3, Ilwis 3.3 Academic, dan peralatan dokumentasi lapangan. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:25.000, lembar Ancol, Tanjung Priok, Jakarta, dan Cakung tahun 2001; Citra Ikonos wilayah Kecamatan Tanjungpriok, peta titik ketinggian (high spot) Kecamatan Tanjungpriok, peta kontur Jakarta skala 1:2000, data penurunan muka tanah tahun 1982 – 1997, dan data pasang surut air laut.

Jenis data yang dipakai menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung di lapangan, serta data sekunder yang diperoleh dari instansiterkait. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data pasang surut, data penurunan muka tanah, peta kontur DKI skala 1:2000. Sedangkan data primer meliputi titik ketinggian lokasi penelitian serta wawancara secara langsung dengan masyarakat setempat untuk mendapatkan informasi mengenai kejadian banjir di wilayah Kecamatan Tanjungpriok. Pembuatan model skenario genangan banjir dilakukan dengan menggunakan teknik iterasi yang ada di dalam perangkat lunak ILWIS 3.3 Academic. Iterasi merupakan perhitungan nilai piksel secara berulang dengan kondisi dan syarat tertentu. Proses iterasi akan berhenti bila kondisi perhitungan tersebut tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan dan tidak ada hubungan lagi dari masing-masing piksel terdekat (Marfai dkk, 2006).

   III.        Penutup
A.   Kesimpulan
Dampak dari penurunan tanah ini yaitu daerah pesisir jakarta berpotensi terjadi genangan banjir pasang laut terutama di daerah jakarta utara. wilayah Kecamatan Tanjungpriok sangat berpotensi sekali terendam akibat banjir pasang laut terutama di Kelurahan Tanjungpriok, Papanggo, dan Sunteragung. Hal ini dikarenakan ketiga Kelurahan tersebut mempunyai elevasi 0 meter dari permukaan air laut sehingga ketika laut pasang, air akan meluap dan menggenangi wilayah tersebut.
Hal tersebut disebabkan karena penggunaan airtanah secara berlebihan oleh warga Jakarta. Oleh karenanya, Pemrov DKI Jakarta membuat Perda tentang pemanfaatan airtanah yaitu Perda No 10/1998, Perda No 8/2007 tentang Ketertiban Umum, Perda No 17/2010 tentang Pajak Airtanah, dan Perda No 1/2004 tentang airtanah. Hal tersebut bertujuan supaya pengambilan airtanah dapat dikendalikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan menghentikan pengambilan air tanah secara berlebih akan menurunkan kecepatan penurunan tanah secara signifikan dan bahkan juga bisa menghentikan penurunan tanah sepenuhnya, sehingga bisa menghentikan banjir rab yang sering terjadi.
B.   Saran
Pemerintah seharusnya lebih peka dan peduli terhadap kerusakan lingkungan terutama penurunan muka tanah ini. Penurunan yang terus terjadi dan semakin meluas ini dapat di pantau dengan banyak metode pengukuran tanah, salah satunya menggunakan Global Positioning System (GPS). Dengan menggunakan GPS penurunan tanah bisa terpantau terus dan cepat di tanggulangi.





  IV.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar